Wednesday, August 5, 2015

Yogyakarta, 5 Agustus 2015, Kejahatan dalam Seni Rupa: Pemalsuan Lukisan, Fakta & Pembuktian

Pameran Lukisan Palsu & Diskusi
Kejahatan dalam Seni Rupa: Pemalsuan Lukisan, Fakta & Pembuktian

Rabu, 5 Agustus 2015, pukul 12.00 - 17.00
Jogja Gallery, Jl. Pekapalan No. 7, Alun-alun Utara Yogyakarta

Pembicara:
Jean Couteau, kritikus dan peneliti seni rupa asal Perancis
Bambang Bujono, kritikus dan editor buku Jejak Lukisan Palsu Indonesia
Aminudin TH. Siregar, kritikus, kurator dan staf pengajar di ITB
Moderator: Syakieb Sungkar (kolektor)


Press Release

Suatu pameran lukisan palsu yang diikuti dengan diskusi bedah perkara pemalsuan lukisan berikut sindikat perdagangannya akan digelar di Jogja Gallery, Yogyakarta. Pameran akan menampilkan karya-karya palsu para maestro seni rupa Indonesia, dan diskusi akan menampilkan pembicara: Jean Couteau (kritikus dan peneliti seni rupa asal Prancis), Bambang Bujono (kritikus dan editor buku Jejak Lukisan Palsu Indonesia), dan Aminudin T.H. Siregar (kritikus, kurator dan staf pengajar di ITB), dan dimoderatori oleh Syakieb Sungkar (kolektor).

Pameran lukisan palsu hanya diadakan selama berlangsungya acara diskusi sebagai pelengkap sekaligus untuk menunjukkan kepada publik peserta diskusi contoh-contoh lukisan palsu yang banyak beredar di Indonesia. Dengan contoh-contoh tersebut, peserta diskusi dapat lebih memahami apa dan bagaimana bentuk lukisan palsu yang ada.
Perkara kejahatan dalam seni rupa berupa pemalsuan lukisan di Indonesia sebenarnya sudah lama berlangsung dan hingga kini terus merajalela. Karya-karya palsu pelukis "old master" seperti S. Sudjojono, Affandi, Hendra Gunawan dan Lee Man Fong, terus beredar dalam jumlah ratusan, bahkan mungkin ribuan.

Lima belas tahun silam, pada tahun 2000, muncul kasus yang menghebohkan, yaitu rencana pameran dan lelang oleh Batavia Auctioneers yang hendak menjual 110 lukisan yang diklaim sebagai karya Van Gogh, Claude Monet, Auguste Renoir, Picasso, Marc Chagall, Diego Rivera, Kees van Dongen, Le Mayeur, W.G.  Hofker, S Sudjojono, Basoeki Abdullah, Trubus, Hendra Gunawan, Arie Smit, dan lain-lain.

Akibat penolakan keras dari banyak pakar seni rupa, rencana lelang tersebut akhirnya gagal dilaksanakan. Tapi kasus itu telah menjadi bahan pemberitaan pers nasional dan internasional, di antaranya BBC, Reuter, AP, Strait Times, ABC, AFP, dan lain-lain. Sebagian media massa itu menyebut bahwa rencana tersebut merupakan pameran dan lelang lukisan palsu terbesar di dunia pada abad ke 20.

Kemudian, pada tahun 2002, muncul kasus yang bermula dari lukisan karya Nyoman Gunarsa palsu yang dijual di sebuah galeri di Denpasar, Bali. Kasus ini berujung pada proses pengadilan. Yang diusut dan diadili adalah pedagang yang menjual lukisan itu ke galeri dan pihak pemilik galeri. Dan, tentu kasus yang paling heboh adalah ekspos lukisan palsu koleksi kolektor besar dan sangat berpengaruh di Indonesia, Oei Hong Djien (OHD). Pada 15 April 2012 OHD membuka museum ketiganya di Magelang, Jawa Tengah. OHD juga menerbitkan buku berjudul "Lima Maestro Seni Rupa Modern Indonesia".

Sebagian lukisan yang dipamerkan di museum dan dicantumkan dalam buku tersebut ditengarai sebagai lukisan palsu. Tak lama kemudian, muncul laporan utama majalah Tempo edisi 25 Juni-1Juli 2012 yang melakukan investigasi jurnalistik mengenai sindikat pemalsuan lukisan berikut liku-liku perdagangannya, terutama penelusuran lukisan-lukisan palsu koleksi OHD Museum.

Dengan laporan Majalah Tempo itu publik seni rupa maupun publik umum tersentak oleh kenyataan meluasnya praktik pemalsuan lukisan di Indonesia. Dan setelah majalah Tempo mengungkap skandal itu, rupanya tak ada langkah lanjutan. Para pemangku kepentingan seni rupa Indonesia, tak dapat berbuat lebih jauh. Dan seperti biasanya negara pun absen. Tak ada tanggapan dari Dinas Permuseuman terhadap skandal ini.

Setelah heboh laporan utama majalah Tempo tersebut, sebuah organisasi yang menamakan diri Perkumpulan Pencinta Seni Indonesia (PPSI) menerbikan buku Jejak Lukisan Palsu Indonesia (2014). Buku ini berisi laporan investigasi sindikat pemalsuan lukisan dengan memperluas laporan majalah Tempo, ditambah dengan analisa visual oleh beberapa pakar atas lukisan-lukisan S. Sudjojono dan Hendra Gunawan yang paling banyak dipalsukan orang dan beredar dalam perdagangan seni di Indonesia maupun manca negara.

Secara khusus buku Jejak Lukisan Palsu Indonesia membahas isi buku Lima Maestro karya OHD untuk menunjukkan mana saja lukisan-lukisan yang palsu dan apa dasarnya sehingga dapat disebut palsu. Tapi, praktik pemalsuan dan perdagangan lukisan palsu tak juga berkurang secara signifikan.

Pada tahun 2015, perkara pemalsuan lukisan ini kembali menghangat setelah munculnya artikel Jean Couteau di harian Kompas, 6 Juni, yang mengaitkan Oei Hong Djien dalam perkara kusutnya lukisan palsu di Indonesia. Pada tahun 2015 ini pula muncul buku Hendra Gunawan Sang Pelukis Rakyat (2015) yang memuat 238 karya Hendra yang diduga keras sebagai lukisan palsu. Salah satu pakar yang meragukan adalah kritikus Agus Dermawat T. Dalam resensi atas buku tersebut di majalah Tempo 4 Mei 2015, Agus menyatakan sebagian besar repro dalam buku itu adalah lukisan Hendra bodong.

Silang sengketa masalah pemalsuan lukisan sebagai tindak kejahatan seni di Indonesia hingga kini masih menjadi wilayah abu-abu atau bahkan wilayah "gelap". Dan itu telah menjadi lahan bisnis yang menggiurkan karena harga lukisan palsu "old master" rata-rata mencapai milyaran rupiah.

Kenapa hal ini terus terjadi? Apakah memang Indonesia adalah lahan yang subur bagi praktik-praktik kejahatan (termasuk kejahatan dalam seni)? Ketika perdagangan lukisan palsu makin nekat, apa yang bisa kita lakukan untuk mencegah atau mempersempit praktik kejahatan tersebut? Ketika terjadi kasus atau "skandal" lukisan palsu, lalu siapa yang memiliki otoritas final untuk menentukan status keaslian karya?

Topik utama diskusi ini adalah:
-       Bagaimana liku-liku pemalsuan lukisan di Indonesia.
-       Siapa saja yang terlibat dalam praktik pemalsuan lukisan di Indonesia, dan apa peran Oei Hong Djien sebagai kolektor berpengaruh dalam hal ini .
-       Bagaimana membuktikan keaslian suatu lukisan.
-       Bagaimana mengatasi atau mengurangi praktik pemalsuan lukisan.

Berbagai hal di atas akan dibedah dalam diskusi terbuka yang digagas oleh Perkumpulan Pencinta Senirupa Indonesia (PPSI) ini. Diskusi ini akan menggunakan bahan utama buku Jejak Lukisan Palsu Indonesia. Dari bahan tersebut akan dielaborasi lebih jauh berbagai problem mendasar dalam kehidupan senirupa di Indonesia, terutama yang berkaitan dengan praktik-praktik kejahatannya yang sudah menjadi "rahasia umum."


No comments:

Post a Comment