Sunday, July 8, 2018

Pencucian Nama (Name Laundring) karya seni terbaru Irwan Ahmett dan Tita Salina

Tentang Karya

Pencucian Nama (Name Laundring) merupakan narasi karya seni terbaru Irwan Ahmett dan Tita Salina berdasarkan hasil riset selama melakukan residensi di NTU CCA Singapore. Sebagai seniman yang tertarik dengan persoalan geopolitik di kawasan Lingkar Pasifik mereka menelaah kembali hubungan Indonesia dan Singapura di selat Malaka sebagai wilayah perairan paling penting di Asia Tenggara. Kontrol dan konflik di kawasan tersebut membentang sepanjang sumpah-sumpah sakral yang ditancapkan ke tanah Jantan hingga perjanjian perusahaan-perusahaan serakah. Pengembangan karya seni mereka berakar dari dampak-dampak kolonialisme, sabotase pasukan bersenjata saat konfrontasi dengan Malaysia, praktik para jagoan lautan yang secara kolektif membajak kapal, jalur smokelen (penyelundupan) dan kehancuran ekologi akibat pembukaan lahan untuk eksploitasi sumber daya alam yang tidak terkendali. Irwan dan Tita merancang aksi 'subversif yang santun' untuk merespon kontrol negara yang dihantui kepentingan ekonomi semata dan kemasan agenda nasionalisme yang dogmatis.

Tentang Irwan Ahmett dan Tita Salina

Irwan Ahmett dan Tita Salina bekerja dan tinggal di Jakarta. Kuliah jurusan Desain Grafis di Institut Kesenian Jakarta dan mendirikan studio desain Ahmett Salina yang sudah berjalan 15 tahun. Sejak 2010, mereka perlahan mulai produktif sebagai seniman duo. Karya awal mereka fokus pada isu ruang publik perkotaan. Sebagai gelandangan kosmopolitan mereka sudah berpartisipasi dalam program residensi di Jepang, Korea, Selandia Baru, Taiwan, Belanda dan Polandia. Irwan dan Tita memanfaatkan mobilitas mereka yang tinggi sebagai kendaraan utama dalam praktik berkeseniannya. Karya jangka panjang mereka merefleksikan benturan geopolitik di Cincin Api Lingkar Pasifik mendorong karya seni mereka untuk bersentuhan dengan tema yang lebih kompleks terkait kemanusiaan, ketidakadilan dan ekologi. Ketika yakin bahwa seni adalah persoalan rasa maka disanalah eksplorasi dan imajinasinya diterapkan untuk mempertanyakan ulang konsepsi rupa dalam gesture ketidakpatuhan terhadap propaganda, ideologi, kekuasaan dan kecenderungan untuk mengklaim status quo di masyarakat.

No comments:

Post a Comment