Friday, July 6, 2018

"Kriya di dalam Seni Rupa Kontemporer"



Galeri Lorong mengundang Anda dalam program rutin kami:
(scroll down for English version)


CRAFTMANTALK #2
"Kriya di dalam Seni Rupa Kontemporer"
 
Pemantik:
Alia Swastika
Hsiang-Wen Chen

 
Moderator:
Arham Rahman

Waktu:
Minggu, 08 Juli 2018
15.00-18.00 WIB


Tempat:
Galeri Lorong
Jl. Nitiprayan –Dusun Jeblok RT. 01, Dukuh 3, Tirtonirmolo, Kasihan Bantul



 
Pada craftmantalk yang pertama, kami mengundang dua orang pemantik untuk mengulik soal posisi kriya di dalam estetika modern. Dari diskusi itu, kita disuguhkan pengantar yang cukup komprehensif perihal bagaimana kriya menjadi subordinat di dalam paradigma estetika modern. Untuk kesempatan kali ini, kami hendak mengembangkan hasil dari obrolan tersebut, maju selangkah dengan melihat secara kritis bagaimana kriya ditempatkan di dalam (wacana dan praktik) seni rupa kontemporer. Kata "kontemporer" di sini tidak hanya mengacu pada lintasan waktu (masa sekarang/kiwari), tetapi juga dalam konteks diskursifnya; paradigma "kontemporer" dalam seni yang menjadi antinomi bagi seni modern.
***

Bagaimana posisi kriya di dalam konteks seni rupa kontemporer? Pertanyaan tersebut akan menjadi pemantik kita di dalam Craftmantalk kali ini. Tidak ada kesepakatan umum yang dijadikan sebagai penanda perihal tonggak awal dimulainya era seni rupa kontemporer. Dalam konteks seni rupa Barat, sebagian pihak menyebut tahun 1960-an, sebagian lagi menunjuk pasca-1989. Di kawasan lain, titik waktunya berbeda-beda; Afrika Selatan (pasca-apartheid), China (pasca-revolusi kebudayaan), dll. Dalam konteks seni rupa Indonesia, pendapat mengenai masa awal era kontemporer juga tidak seragam. Singkatnya, setiap tempat mempunyai kekhasan praktik dan bentuk pemaknaan yang berbeda-beda tentang apa itu kriya kontemporer.

Secara paradigmatis, praktik dan wacana seni rupa kontemporer (terutama dalam konteks seni rupa Barat) berupaya melampaui dikotomi antara fine art dan craft. Dikotomi itu dianggap bermasalah dan tidak lagi relevan. Sudah sangat banyak praktik yang mengombinasikan keduanya, sehingga batasnya menjadi sangat kabur. Kriya umumnya ditunjuk (dan ditandai) sebagai praktik yang bertumpu pada material, teknik dan/atau craftsmanship, bisa digunakan dalam bentuk praktik yang lain, begitu juga sebaliknya. Geliat semacam itu tentu menarik dan kita berharap bisa turut dibicarakan di dalam craftmantalk kali ini.

Untuk itu, pada kesempatan ini, kami mengundang dua orang pemantik yang akan memberi terang gagasan perihal kriya dalam konteks seni rupa kontemporer dari dua kawasan berbeda. Pembicara pertama, Alia Swastika, akan membicarakan tajuk ini dalam ranah seni rupa Indonesia (dan barangkali, beberapa contoh praktik di Asia Tenggara). Sementara pembicara kedua, Hsiang-Wen Chen, diharapkan untuk membicarakannya dalam konteks seni rupa kontemporer di Taiwan.



----------------------------------------------------------


Craftmantalk #2
"Craft in Contemporary Art"
 
Speakers:
Alia Swastika
Hsiang-Wen Chen

 
Moderator:
Arham Rahman
 

Time:
Sunday, 8 July 2018
03.00 – 06.00 PM
Galeri Lorong

 
In this session, we invite two speakers to examine the position of craft in modern aesthetics. From this discussion, we present a fairly comprehensive introduction about how craft becomes the subordinate in the paradigm of the modern aesthetic. This time we want to develop the outcome of the conversation, take a step forward by looking critically at how craft is placed in contemporary art (discourse and practice). The word "contemporary" here refers not only to the passage of time (the present) but also in its discursive context; the paradigm of "contemporary" in the art that becomes antinomy for the modern art.
***

How is craft positioned in the context of contemporary art? The question will be the highlight of this session of Craftmantalk. There is no general agreement as a marker of the beginning era of contemporary art. In the context of Western art, some might refer to the 1960s, some will refer to the post-1989. In other regions, the time points are different; South Africa (post-apartheid), China (post-cultural revolution), etc. In the context of Indonesian art, opinions about the early period of the contemporary era are also different. In short, every place has a distinct practice and different forms of meaning about what contemporary work is.

Paradigmatically, the practice and the discourse of contemporary art (especially in the context of Western art) seek to transcend the dichotomy between fine art and craft. The dichotomy is considered problematic and is no longer relevant. There are so many practices that combine the two, so the limit becomes very blurred. Craft is generally designated (and marked) as a practice based on material, engineering and/or craftsmanship can be used in other forms of practice, vice versa. This discourse is certainly interesting and we hope to be able to discuss it in this session.

Therefore in this opportunity, we invite two speakers who will inspire the subject of craft in an abstract context. The first speaker, Alia Swastika, will discuss the title in the realm of Indonesian art (and perhaps, some examples of practices in Southeast Asia). While the second speaker, Hsiang-Wen Chen, will discuss the same topic in the context of contemporary art in Taiwan.




Best Regards, Galeri Lorong www.galerilorong.com

No comments:

Post a Comment