Pada bulan Mei-Juli 2016 lalu, OCAC mengundang Anang Saptoto dan Yudha Kusuma Putera untuk tinggal, berkarya dan berjejaring di Taipei dalam program CO—TEMPORARY: Southeast Asia - Taiwan Forum and Exchange Program on Arts and Culture. Anang Saptoto dan Theodora Agni juga diundang mewakili Ruang MES 56 dan Cemeti Art House sebagai pembicara di forum diskusi pada tanggal 9-10 Juli 2016. Forum ini juga menampilkan pembicara dari Taiwan, Malaysia, Singapore dan Kamboja. Kali ini, OCAC mengirim Lo Shih Tung dan Shih Pei Cun untuk melakukan residensi di Ruang MES 56 mulai tanggal 18 Juli hingga 6 September 2016. Anang Saptoto dan Yudha Kusuma Putera akan memaparkan pengalaman mereka dan hasil karya yang dikerjakan selama di Taipei. Lo Shih Tung dan Shih Pei Chun akan menjelaskan program CO-TEMPORARY, karya-karya yang pernah mereka kerjakan dan projek yang sedang mereka kembangkan di Yogyakarta. Sejak tahun 2010 hingga sekarang, Open Contemporary Art Center (OCAC) telah membangun pertukaran dan penjaringan budaya bersama beragam seniman serta ruang seni yang berada di Asia Tenggara melalui berbagai diskusi, transit ruang, pameran, residensi, ko-kreasi, forum, dan kunjungan. Pada CO - TEMPORARY: Southeast Asia-Taiwan Forum and Exchange Program on Arts and Culture kali ini, kami mencoba mendiskusikan tiga pokok utama untuk memperluas dan memperkuat networking (jaringan atau koneksi) dengan dunia seni di Asia Tenggara. Awalnya, konsep "CO – TEMPORARY" dianggap sebagai ko-kreasi sementara melalui proses diskusi bersama anggota OCAC, kerja sama proyek seni, pertukaran/transit seniman residensi, workshop, dll. Kemudian dilanjutkan dengan dengan mengadakan sebuah forum yang mendiskusikan mengenai pemikiran jangka panjang untuk dunia seni Asia Tenggara. OCAC mengundang enam ruang seni, termasuk organisasi residensi seniman, galeri-galeri, serta ruang berbasis seniman yang berada di Indonesia, Kamboja, Singapura, dan Malaysia. Isu yang diangkat adalah mengenai bagaimana keadaan dari negara, agama, budaya, ekonomi, dan geography yang berbeda memberikan pengaruh terhadap ekosistem seni. Selanjutnya, proyek ini juga akan mendiskusikan mengenai bagaimana ruang-ruang seni tersebut menghadapi perbedaan era, kesulitan-kesulitan serta perjuangan, dan kemudian menemukan strategi dan solusi untuk bertahan hidup. Pada akhirnya, proyek ini akan mendatangkan para ahli-ahli yang berasal dari berbagai bidang seni di Asia Tenggara ke Tainan untuk sebuah pertemuan terbuka, saling berbagi permbicaraan, dan memperluas koneksi dengan seniman dan ruang seni lokal. Melalui beragam aspek-askpek dalam berjejaring, OCAC ingin menggandeng serta memperdalam interaksi antara Taiwan dan Asia Tenggara. Dalam parkteknya, Lo Shih Tung fokus pada pola kehidupan sehari-hari, terutama yang bekaitan dengan jejak, peninggalan dan cerita yang berasal dari aktivitas social yang berlebihan di masa kini. Melalui potongan-potongan yang dilihat seperti pernyataan oleh Walter Benjamin tersebut, hal ini merupakan respond dan refleksi terhadap konstruksi dan dunia yang terpadu. Sepotong arsip hidup, memberikan pesan tertentu dan berpikir serta bergerakan dan bertransformasi, mencari hantu yang bergentayangan – identitas, rumah, kota asal, dan kota dimana masyarakan sekarang berada. Lo pernah menjadi direktur OPEN CONTEMPORARY ART CENTER (OCAC) dari tahun 2010 hingga 2013. Sebagai anggota, ia sekarang aktif mengerhakan proyek-proyek, seperti salah satunya ialah ThaiTai – A Measure of Understanding and THAITAI FEVER. SHIH Pei Chun lahir pada tahun 1985 di Tainan, Taiwan. Setelah lulus dengan gelar BA Fine Arts dari National Taiwan University of Arts. Ia kemudian mendapat gelar Master in Architecture dari Graduate Institute of Architecture, National Chiao Tung University untuk melanjutkan ketertarikannya dalam mengkatifkan ruang dan tempat. Selanjutnya ia menggunakan haluan baru tersebut sebagai sebuah pendekatan terhadap hubungan sosial di lingkup publik yang berada di sekitar parkteknya. Anang Saptoto, lahir di Yogyakarta. Ia belajar desain komunikasi visual di Akademi Desain Visi Yogyakarta serta program studi Televisi di Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Proyeknya yang berbasi fotografi umumnya berkaitan dengan isu-isu social serta berhubungan dengan komunitas lokal. Ia pernah bekerja dengan Warga Berdaya, Greenmapper Jogja, dan juga bekerja sebagai fasilitator untuk NGO lokal dan internasional. Ia merupakan anggota MES 56 Collective sejak 2002. Yudha Kusuma Putera, sering dikenal dengan nama "Fehung", tinggal dan bekerja di Yogyakarta. Pada tahun 2011, Fehung bergabung dengan kolektif seniman MES 56. Karya-karya Fehung cenderung menunjukkan posisi seni ataupun seniman dalam masyarakat. Pada umumnya ia menggunakan fotografi sebagai medium dan prespektif dalam bentuk karya instalasi dan interaktif. OCAC (Open Contemporary Art Center) OCAC (Open Contemporary Art Center) adalah kolektif seniman yang berdiri di Banqiao, Taipei pada tahun 2001. Pada tahun-tahun awal, OCAC mengadakan program-program seperti studio seniman, klub buku, presentasi, pameran, dan kelas yang membantu para anggota serta pecinta seni untuk mengerti serta mengapresiasi beragam sejarah, bentuk dan sistem dari seni modern dan kontemporer. OCAC yang sekarang beranggotakan sembilan orang seniman, merupakan sebuah think-tank dan platform untuk diskusi, produksi dan inspirasi. Para anggota OCAC aktif dalam dunia seni kontemporer sebagai praktisi individual, tetapi juga muncul sebagai sebuah aliansi yang mendorong dialog-dialog yang beragam serta kemungkinan-kemungkinan artistik. Program Pertukaran Seniman (Artist in Exchange) oleh OCAC (Taiwan) Proyek disponsori oleh Mentri Kebudayaan (Ministry of Culture) Taiwan, "The Emeral Initiative-Grants for Cultural Exchanges and Collaborative Projects with Personnel from Southeast Asia". | | | | A parrot on it's perch seemingly talking to a passer-by. No other people. (Canto IV lines 38 - 39) Raymond Roussel - New Impressions of Africa (1932) Ear in the afternoon is a exhibition for MES 56 by Australian artist Tim Woodward. Featuring a new film, as well as sculpture and text, Ear in the afternoon sees Woodward continue exploring the potential of the human voice, focusing on ways of staging or hosting voice outside of the human body. While in Yogyakarta, Woodward has researched mimicking bird breeds endemic to Indonesia, meeting with local bird owners and trainers. Initially inspired by a captioned illustration in Raymond Roussel's surrealist poem, New Impressions of Africa (1932), Woodward has focused on the word "seemingly" in Roussel's text, choosing to explore the possibility of a talking bird, rather than documenting its limited actuality. | | | |
No comments:
Post a Comment