Pameran oleh: Rubseight&Ayash L.
di ViaVia Jogja
Jl. Prawirotaman 30 Yogyakarta
Dibuka oleh: Helly KKK
Visual Art Exhibition by: Rubseight&Ayash L.
at ViaVia Jogja
Jl. Prawirotaman 30 Yogyakarta
Officiated by: Helly KKK
Indonesia through "The Looking Glass"
kurator: Amir Sidharta
diselenggarakan oleh:
Erasmus Huis, 3Buwana Musea Komunika & Pusat Dokumentasi Arsitektur
Mengundang anda pada acara
Pembukaan Pameran:
On Monday, 28th October - 8th November 2013
At ERASMUS HUIS
HR Rasuna Said Kav. S-3 Kuningan Jakarta 12950
Telephone: (+62) 21 524 1069
Sejak pertengahan abad 19, banyak fotografer yang ditugaskan untuk mendokumentasikan sumber daya alam dan budaya di Indonesia (Hindia Belanda). Hasil dokumentasi mereka digunakan untuk kepentingan ilmu pengetahuan maupun untuk hiburan, pariwisata dan sekedar memenuhi rasa ingin tahu masyarakat. Sejak itulah fotografi yang dimulai dengan penggunaan plat kaca hingga ke era digital hampir dua abad setelahnya menjadi kebutuhan sehari-hari yang esensial. Sisa dari masa awal fotografi dengan menggunakan negatif kaca tersebut masih dapat ditemukan di Indonesia dan di Belanda. Di Belanda disimpan di KITLV (The Royal Netherlands Institute of Southeast Asian and Caribbean Studies) yang menyediakan katalognya secara online. Sedangkan di Indonesia, koleksi plat kaca disimpan di Museum Nasional (berasal dari koleksi Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen/Masyarakat Seni dan Ilmu Diraja Batavia), Museum Bank Indonesia (berasal dari koleksi de Javasche Bank), Arsip Bank Mandiri (berasal dari koleksi De N.V. Nederlandsche Handel-Maatschappij), Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan di Balai Konvservasi Borubudur (berasal dari koleksi Oudheidkundige Dienst– Dinas Purbakala), Jurusan Arsitektur Institut Teknologi Bandung (koleksi Van Romondt, sebagai bahan ajar dalam bentuk positif kaca).Pameran ini mencoba memperlihatkan rekaman kenangan Indonesia dalam media kaca serta sejarah fotografi dari prinsip camera obscura, perkembangan teknologi kamera (dari koleksi Museum Benteng Heritage) hingga penerapan prinsip camera obscura menjadi sebuah minat berbasis komunitas. Lacak sejarahnya di pameran ini dan temukan cara untuk menemukan koleksi ini di Indonesia.
Since the mid 19th century, many photographers were assigned to document the natural and cultural resources of Indonesia (which was at the time still known as the Netherlands Indies). The results of the works of the photographers were used for the purposes of knowledge and sciences and also for entertainment and tourism, or even just to fulfill curiosities and to entertain the society. Since then, photography, which started with the use of glass plates until the digital era of today, almost two centuries thereafter, has become a daily necessity. What remains of the early photographic documentation on glass plates can be found in the KITLV (The Royal Netherlands Institute of Southeast Asian and Caribbean Studies), The Netherlands, while in Indonesia they are being cared for by the Museum Nasional (formerly the collection of The Royal Batavian Society of Arts and Sciences or Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen) and a few other institutions such as the Museum Bank Indonesia (formerly the collection of De Javasche Bank), the archives of Bank Mandiri (formerly the collection of N.V. Nederlandsche Handel-Maatschappij), and teh Directorate of Cultural Heritage Preservation and Museums of the Ministry of Education and Conservation Center of Borobudur (formerly the collection of Oudheidkundige Dienst), and Architecture Department of Institut Teknologi Bandung (from the collection of Van Romondt). This exhibition attempts to show the documentation and recording of memories of life in Indonesia in glass media through a timeline of documentary photography, while also presenting the history of photography from the principality of camera obscura, innovations on the technology of cameras (through the collection of cameras of the Museum Benteng Heritage, Tangerang) to the use of the camera obscura as a community based interest. Retrace the history here and seek how you can track the collections in Indonesia.
Keterangan lebih lanjut dapat menghubungi:
Pusat Dokumentasi Arsitektur
Jl. Ridwan II no.21 Patal Senayan, Jakarta 12210
Telp/fax: 02157992602
e-mail: pda.pusdokars@gmail.com
|
|
rurushop mempersembahkan:
"Begadang Neng?"
Pameran proyek seni 15 perupa perempuan:
Dila Ayu, Ika Vantiani, Keke Tumbuan, Lala Bohang, Marishka
Soekarna, Marina Tasha, Monica Hapsari , Nastasha Abigail, Natasha Gabriella Tontey, Neng Iren, Nuri Fatima, Sari Sartje, Sanchia Hamidjaja, Tisa Granicia, Ykha Amelz.
Pembukaan:
Jumat, 25 Oktober 2013
19.00 wib – selesai
di RURU Gallery
Jl. Tebet Timur Dalam Raya No. 6
Jakarta Selatan 12820
Dimeriahkan oleh:
MORFEM
HIGHTIME REBELLION
Audio Jockey:
MESEM MESEM SUKA (M.M.S: MELA, SARTJE, MAR GALO)
MC: Ale & Angganggok
Pameran:
25 – 27 Oktober
11.00 – 21.00 wib
Gratis!
***
Begadang Neng?
Oktober ini, RURUSHOP mengundang 15 perupa perempuan yang konsisten berkarya dengan fokus bidangnya masing-masing dalam sebuah pameran proyek bertajuk Begadang Neng. Penyelenggaraan pameran yang merupakan bagian dari program Artwork Project ini spesial, sebab sekaligus untuk merayakan pembukaan toko RURUSHOP yang baru.
Kelima belas perupa tersebut yaitu Dila ayu, Ika Vantiani, Keke Tumbuan, Lala Bohang, Marishka Soekarna, Marina Tasha, Monica Hapsari, Nastasha Abigail, Natasha Gabriella Tontey, Neng Iren, Nuri Fatima, Sanchia Hamidjaja, Sari Sartje, dan Ykha Amelz.
Masing-masing perupa bebas berkarya menggunakan empat media berbeda, antara lain totebag kanvas, kaos oblong, sarung bantal, dan jam dinding yang seluruhnya berwarna putih polos. Mereka juga diberikan kebebasan menggunakan teknik apapun sesuai dengan keahlian masing-masing, misalnya sablon, sulam, jahit, tempel, cetak, dan lain-lain.
Tema "begadang" dipilih karena dianggap akrab dengan kehidupan perupa sehari-harinya. Mereka kerap begadang karena dikejar deadline, mencari inspirasi, atau sekadar mencintai ketenangan yang ditawarkan oleh malam hari.
Keputusan untuk mengundang hanya perupa perempuan juga bukan tanpa sebab. Melihat laki-laki begadang itu sudah umum. "Profesi malam" seperti satpam, siskamling, dan penjaga villa, kerap dilakoni oleh para laki-laki. Karya-karya yang dipamerkan di Begadang Neng ini mencoba mengajak pengunjung untuk melihat berbagai sisi kehidupan malam hari. Semuanya, tentu saja, berasal dari sudut pandang perempuan.
w: ruangrupa.org | t: @ruangrupa @RuruShop| fp: Ruru Shop, ruangrupa | e: info@ruangrupa.org
No virus found in this message.
Checked by AVG - www.avg.com
Version: 2013.0.3408 / Virus Database: 3222/6770 - Release Date: 10/21/13