Wednesday, September 23, 2015

Bandung | 25 September 2015 | Perayaan Ide: 50 Tahun Mata Hitam Jeihan

Perayaan Ide: 50 Tahun Mata Hitam Jeihan
Sabtu, 25 September 2015
Studio Jeihan
Jl. Padasauka 143-145 Pasirlayung
Bandung




Mata Hitam Jeihan
Oleh Mikke Susanto

Tatkala melukis, saya melihat wajahnya begitu serius. Tangannya, dengan

memegang kuas aneka ukuran, bergerak dinamis. Secara bersamaan mulutnya pun

terkatup, kuat, sukar untuk ditembus. Matanya sering terlihat mengecil, sesekali

terpejam, seperti ingin mengaburkan pandangan. Bulu matanya membuat matanya

menjadi hanya segaris. Di balik kacamatanya yang tebal, alisnya
menyatu, serasa ingin

menembus dan menguasai objek. Cepat sekali ia bergerak, tak lebih dari
15 menit saja,

lukisan berukuran 80x80 cm, hitam putih, dituai.

"Sudah, lihat, bagus nggak Mikke?" begitu ungkapnya. Baru kemudian tampak

mulut Jeihan melebar, tersenyum. Itulah sekelebat kesan saat saya sebagai objek

lukisannya, di akhir Agustus 2015 lalu.

Penanda Temuan

Jeihan dikenal sebagai pelukis potret manusia bermata hitam. Ide ini lahir

karena kebetulan. Mata hitam yang ditorehkannya pada figur diakuinya
sebagai hasil

dari kegagalannya melukis mata yang seharusnya dikerjakan secara
realistik. Sekira

1963-65, dari beberapa lukisan yang seharusnya bermata tajam dan bening, berubah

karena emosinya yang meninggi, ditorehkan begitu saja warna hitam
legam tanpa sisa

warna putih dan kebeningan.

Jika melacak sejarah lukisan-lukisannya, terdapat dua lukisan pengawal yang

menjadi pondasi dalam pameran ini. Pertama lukisan bertajuk Diri Sendiri (1963).

Kedua lukisan berjudul Gadis (1965).

Lukisan Diri Sendiri dapat saja menjadi peletak dasar dalam pameran ini, karena

di dalamnya tergambar potret Jeihan tengah berdiri dengan latar belakang lanskap

sederhana. Dengan menggunakan kaos oblong dan bersarung, berlatar bidang warna

kuning matang ia menggambarkan dirinya sendiri. Matanya terlukiskan hitam total,

tergambar hanya segaris. Sayangnya, interpretasi mengenai topik mata hitam dalam

lukisan ini tidak terasa dominan.

Adapun lukisan Gadis tampak lebih kuat. Ia melukis wajah seorang gadis,

dengan mata hitam. Warna oranye pada latar, coklat pada wajah, dan putih

kekuningan pada baju adalah harmonisasi yang ditampakkan sebagai
pesona, sekaligus

kajian utama. Jeihan tampaknya merasa lebih cocok menggunakan lukisan
ini sebagai

momentum "ditemukannya" mata hitam.

Mamannoor, dalam bukunya, Jeihan, Jeihan, Jeihan, menulis bahwa tahun

1963-1974 adalah momen penemuan diri Jeihan, yakni berupa bidang warna yang

bersifat datar dan mata hitam. Hal ini ditengarai dengan lukisan Gadis
itu. Meskipun

pada masa setelahnya Jeihan masih melukis mata bening manusia,
diantaranya lukisan

berjudul Bapakku (1974) dan Wajah Sutardji (1977).

Sejak saat itu, Jeihan merasa menemukan dirinya sendiri. Ia mengasahnya

tanpa kenal waktu. Lembar demi lembar kanvas menjadi eksperimentasi teknik

sekaligus memaknai lelakunya sebagai seniman. Mata hitam itu kini menjadi

"petunjuk" atau isyarat tentang siapa aku (baik bagi Jeihan maupun
yang dilukisnya)

dan bagaimana diri sang figur telah diubah oleh Jeihan.

Mistifikasi

Sederhananya, dengan mata hitam personifikasi figur yang dilukisnya tidak lagi

menyimpan artikulasi yang sama dengan aslinya. Jika pelukis Basoeki
Abdullah sering

dikatakan saat melukis figur manusia menggunakan pendekatan beautifikasi, atau

berusaha untuk mempercantik dan memperindah realitas, maka Jeihan dengan mata

hitamnya, tengah melakukan mistifikasi.

Kedua pelukis ini percaya, bahwa seni bukan sekadar mimetik (tiruan alam)

atau merupakan gambaran realitas an sich. Keduanya konsisiten untuk
selalu percaya

bahwa di balik fenomena (alam) yang bersifat fisik memiliki tafsir dan
dimensi yang

lain. Mereka berdua adalah orang-orang yang amat konsisten menganutnya, meskipun

kritik dan stigma negatif sering diterimanya.

Dalam perspektif estetika, beautifikasi dan mistifikasi memiliki makna yang

paralel, berdekatan dan saling menunjang. Keduanya diartikulasi melebih-lebihkan

objek atau realitas aslinya. Perbedaannya terletak pada cara dan
metode yang dipakai

oleh keduanya. Beautifikasi adalah upaya untuk melampaui dari aspek
visual, seperti

goresan dan warna menjadi lebih terang dan halus. Mistifikasi dalam
konteks lukisan

Jeihan adalah sebuah gagasan untuk meletakkan objek/figur ke dalam dimensi non-

fisik, spiritual, ke arah mitologis dan kepercayaan khusus,
non-inderawi. "Esensi, itu

pokoknya," ungkap Jeihan.

Karenanya, pada saat figur telah dilukis, yang terasa bukan kepresisian atau

kecocokan fisik, tetapi lebih pada rekaman mitos dan mistis. Mata hitam telah

mengubah jati diri figur/realitas menjadi diri yang lain. Saat saya
dilukis pun akhirnya

menyadari bahwa hasil rekaman tersebut bukanlah saya yang terasakan
secara fisik.

Karya Jeihan berupa figur bermata hitam itu adalah "cerminan" yang
lain, nuansa yang

berbeda, dari realitas.

Di jalan kreatifnya, Jeihan sesungguhnya melukis figur yang tengah diam,

merenungi tatapan seorang yang tengah mengalami perjalanan dalam dimensi ruang

dan waktu yang luas. Ia pun melatari figur dalam lukisan-lukisannya
dengan bidang

yang sewarna atau hanya torehan hitam putih kasar.

Tampaknya benar dugaan saya, hampir semua lukisan figur bermata hitam,

tidak tampak ada senyuman, kemarahan atau gerak mulut dan mata yang berbeda

antara satu lukisan dengan lukisan lain. Semua sama, seperti
melukiskan tatapan mata

yang kosong. Tapi, benarkah itu tatapan kosong?

Berpuncak pada Nur

Kini, mata hitamnya dinisbatkan sebagai simbol ikonik Jeihan. Jelas bukan

tatapan kosong. Lukisan potret manusia bermata hitam adalah sikap hidup yang tak

mau tunduk dan terbuai atas realitas, referensi dan dominasi ideologi
yang ada saat

ini. Mata hitam adalah sikap untuk selalu melihat lebih dalam dan
lebih jauh. Seperti

lubang hitam (black hole) alam semesta, mata itu menelisik untuk
merefleksi hidup.

Mata hitam adalah sikap untuk selalu berimajinasi tentang banyaknya hal yang

tak mungkin digapai oleh mata terbuka dan jangkauan fisik manusia.
Bahkan pada saat

saya berbincang saat menjelang pameran tunggalnya di Museum Nasional Indonesia

2014, ia mendapatkan sebuah visi, bahwa mata hitam baginya adalah
sebuah realitas

masa depan. Jeihan menerawang dan menerangkan secara futurologis mata hitam

adalah hasil dari bentuk perubahan evolutif kondisi manusia.

Di masa depan, mata manusia tidak akan mampu bertahan menatap kehidupan

dunia atau jagat raya. Manusia harus menggunakan semacam "lensa kontak" yang

berwarna hitam, seperti kaca mata hitam yang kini banyak dipakai. Tak mungkin

dipungkiri bahwa realitas manusia bermata hitam telah menjadi bagian
dari visi masa

depan Jeihan, melalui sain dan estetik.

Mata hitam Jeihan berpuncak pada lukisan Nur (2014). Lukisan ini tidak sedang

melukiskan figur seperti lainnya. Lukisan ini hanya berupa untaian
kata dan huruf Arab

nun, wawu dan ro' berwarna putih. Huruf itu dilatari warna gelap pada
seluruh bidang

kanvas. Kata/huruf itu diletakkan pada bagian atas. Di bagian bawah
tertera namanya

sendiri, Jeihan.

Nur adalah manifestasi tentang perjalanan, tujuan dan makna hidup yang

hakiki. Nur adalah saripati yang dinamakan sebagai konsep hidup yang selama ini

dicari. Dari nur (cahaya) kehidupan bermula. Kala manusia mendapat
anugerah berupa

cahaya ia mampu menciptakan peradaban. Peradaban butuh manifestasi, yakni

perilaku. Perilaku membutuhkan etika. Etika membutuhkan petunjuk. Lalu
hadirlah nur

yang memberikan hidup manusia kelapangan dan keselarasan hidup. Dari Nur yang

ditera pada bagian atas kanvas, menuju ke bawah, terciptalah manusia
(nama Jeihan

adalah metafora dari kemanusiaan).

Gelap dan hitamnya mata bagi Jeihan adalah petunjuk tentang hakikah hidup:

Ujung peradaban: kebudayan

Ujung kebudayaan: kesenian

Puncak seni: puisi

Puncak puisi: filsafat

Puncak filsafat: sufi

Peringatan Ide

"Mata Hitam" itu telah berusia 50 tahun.

Jika ditelusuri secara historis, sampai saat ini belum ditemukan program atau

pameran maupun perayaan berbasis ide. Selama ini yang muncul adalah perayaan

yang bersifat biografis, ulang tahun kelahiran tubuh manusia dari
rahim ibu ke bumi.

Saya mengimajinasikan sejak lama muncul perayaan "Jiwa Ketok" Sudjojono, atau

perayaan teknik plototan gaya Affandi, sampai misalnya peringatan
tentang ide-ide

yang mengubah sejarah bangsa ini, baik dari para pejuang, pahlawan nasional dan

sebagainya.

"Mata Hitam" Jeihan adalah ide brilian. Ide tidak sekadar menjelaskan

persoalan kesenian, seni lukis atau sebidang persoalan saja. Ide ini meluas dan

menjangkau pada tataran nilai yang terkait dengan esensi hidup manusia. "Mata

hitam" Jeihan harus diakui sebagai menjadi kekayaan intelektual untuk
selalu berpikir,

merenung, merefleksi, dan meng-interpretasikan berbagai pelajaran bagi
seluruh anak

bangsa.

Jadi jelaslah bahwa "mata hitam" adalah ide masterpiece Jeihan yang perlu

dirayakan. +++

No comments:

Post a Comment